Translate

Minggu, 15 Desember 2013

KRITIK MODEL ABRAHAM

KRITIK MODEL ABRAHAM
Ringkasan Materi Kelompok 6
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Kritik Sastra
yang dibina oleh Drs. HeriSuwignyo, M.Pd


Oleh:
Fara Ayu Maulida 130211614091
Khoirun Nisa 130211601342
Nita Normasari 130211616490
Salsabila 130211614087
Yuslim Aulia Hayati 130211614082




UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SASTRA INDONESIA
Oktober 2013

Kritik Model Abrams
Berdasarkan pendekatannya terhadap karya sastra, Abrams membagi kritik sastra ke dalam empat tipe, yaitu Kritik Mimetik atau Mimesis, Kritik Pragmatik, Kritik Objektif, dan Kritik Ekspresif. Pendekatan itu masing-masing menonjolkan: (1) peranan penulis karya sastra, sebagai penciptanya(ekspresif), (2) peranan pembaca sebagai penyambut dan penghayat(pragmatik), (3) aspek referensial, acuan karya sastra, dengan nyata(mimetik),  dan (4) karya sastra sebagai struktur yang otonom, dengan koherensi intern(objektif).
A.    Kritik Mimetik
Menurut Pradopo (2011: 26) dalam bukunya yang berjudul ‘Prinsip-prinsip Kritik Sastra’,  bahwa dalam teori Abrams, Kritik Mimetik memandang karya sastra sebagai tiruan, pencerminan, atau penggambaran dunia atau keidupan manusia, dan kriteria utama yang dikenakan pada karya sastra adalah kebenaran “penggambaran”, atau yang hendaknya digambarkan. Modus kritik ini pertama kali kelihatan dalam kritik Plato dan Aristoteles, merupakan sifat khusus teori-teori modern realism kritik sastra. Atas dasar model yang sederhana, dalam menghadapi karya sastra secara ilmiah pada prinsipnya dapat dimanfaatkan pendekatan yang secara langsung dapat dijabarkan dari situasi karya sastra secara menyeluruh, dengan aspek atau fungsinya yang terkemuka.
Istilah mimetik atau mimesis berasal dari Yunani yang artinya peneladanan, peniruan, atau pembayangan. Konsep tersebut dikemukakan oleh Plato, kemudian dikemukakan juga oleh Aristoteles. Dalam Suwignyo (2013: 42), Plato berpendapat bahwa seni hanyalah tiruan alam (imitasi) yang nilainya jauh lebih rendah dari kenyataan dan ide. Sedangkan menurut Aristoteles, kenampakan dan ide-ide tidak lepas yang satu dari yang lain, dalam setiap objek yang kita amati dalam kenyataan terkandung idenya dan tidak dapat dilepaskan oleh objeknya itu. Bagi Aristoteles mimesis tidak semata-mata menjiplak kenyataan, melainkan sebuah proses kreatif.
B.    Kritik Pragmatik
Pendekatan ini menganut prinsip bahwa sastra yang baik adalah sastra yang dapat member kesenangan dan faedah bagi pembacanya. Dengan begitu pendekatan ini menggabungkan antara unsur pelipur lara dengan unsur didaktis. Pemanfaatan pendekatan ini harus berhadapan dengan relativitas konsep keindahan dan konsep nilai didaktis. Dalam pendekatan ini juga dibicarakan kritik semiotik dan kritik resepsi estetik. Kritik semiotik, kritik ini bertolak dari anggapan bahwa sastra merupakan salah satu sistem tanda yang bermakna dengan memanfaatkan medium bahasa, sedangkan bahasa juga merupakan sistem tanda atau lambang yang bermakna.
C.    Kritik Objektif
Pendekatan ini membatasai diri pada penelaahan karya sastra itu sendiri, terlepas dari soal pengarang dan pembaca. Dalam hal ini kritikus memandang karya sastra sebagai suatu kebulatan makna, akibat perpaduan isi dengan pemanfaatan bahasa sebagai alatnya. Dengan kata lain pendekatan ini memandang dan menelaah dari segi intrinsik yang membangun suatu karya sastra, yaitu tema, alur, latar, penokohan, dan gaya bahasa. Kepaduan yang harmonis antar isi dan bentuk merupakan kemungkinan kuat untuk menghasilkan karya sastra yang bermutu. Pendekatan objektif bisa disebut sebagai pndekatan struktural, dari segi tertentu membawa hasil yang gilang-gemilang, usaha untuk memahami dan mengupas karya sastra atas dasar strukturnya memaksa peneliti sastra untuk membebaskan diri dari konsep metode dan teknik yang sebenarnya berada di luar jangkauan sebagai ahli(kritikus sastra).
D.    Kritik Ekspresif
Pendekatan ini menitikberatkan perhatian kepada upaya pengarang atau penyair mengekspresikan ide-idenya ke dalam karya sastra. Kemampuan pengarang menyampaikan pikiran yang agung dan emosi yang kuat menjadi kuran kebehasilan. Menurut Pradopo (2011: 27), kritik ini mendefinisikan puisi atau karya sastra sebagai sebuah ekspresi, curahan atau ucapan perasaan, atau sebagai produk imajinasi pengarang yang bekerja dengan persepsi-persepsi, pikiran-pikiran, dan perasaan-perasaannya. Kritik ini cenderung untuk menimbang karya sastra dengan kemulusan, kesejatian, atau kecocokannya dengan visium keadaan pikirannya. Teori ekspresif kelihatan pada kritik aliran romantik di Indonesia terutama Armin Pane.


Daftar Rujukan
Atar, Semi. 1984. Kritik Sastra. Bandung: Penerbit Angkasa
Pradopo, Rachmad Djoko. 2011. Prinsip-prinsip Kritik Sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Suwignyo, Heri. 2013. Kritik Sastra Indonesia Modern: Pengantar Pemahaman Teori dan Penerapannya. Malang: A3 (Asih Asah Asuh)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar